Juli 08, 2018

Puan Merindu


Selamat hari Minggu, sudah bermalam-malam ini ingatanku berkilas balik di sore yang damai itu. Sore dengan penuh tawa dan canda.  Dibawah langit Rote, angin sayup-sayup membelai wajah-wajah manusia yang sedang tertawa. Asap mengepul dari bara kelapa yang membakar ubi-ubi. Candaan mereka pun berkeliaran dalam ruang malam yang sunyi dan dingin.

“Ikan, ikan apa yang diam terus?” Tanya Akbhar Gorath
“Ikan lagi tidur” Timpal Yani
“Salah, nyerah nyerah?” Meneliti satu persatu wajah kami
Semua mengangguk
“Ikan paus. Pau-se.(Pause) Hahaha”

 “Lagi lagi. Pantai! Pantai apa yang bisa melindungi dari hujan?
“Nembrela, ella, ella (Umbrella) hahahhaha”

Semuanya saling berpandangan dan tertawa pada sebuah lelucon yang sesungguhnya tak pernah membangkitkan rasa humor itu.

Kali ini Dimas tak tinggal diam,

“Eh eh, aku punya cerita nih. Jadi aku, Geo, Gorath naik gunung. Di gunung itu ada pantangan gaboleh nginjek kodok,kalau nginjek kodok nanti jodohnya buruk rupa. Di pos pertama aku nginjek kodok, agak takut gitu tapi yaudah kita tetep ga percaya dan terus lanjutin perjalanan, eh setelah di pos 3 Geo injek kodok tapi kaya tadi yaudahlah kita tetep naik kepuncak aja. Dan sampe dipuncak sampe turun lagi kebawah selamat. Setelah beberapa tahun kemudian bertiga menikah, pas datang ke nikahan Gorath, keliatan tu istriku sama istrinya Geo beneran buruk rupa. Dan anehnya istri Gorath cakep sama sekali ga buruk rupa. Kira-kira kenapa tu?”
“Kenapa kenapa?” Semua antusias
“Karna istri Gorath yang injek kodok hahahahaa”

            Ingatanku pun berputar menuju hari-hari selanjutnya. Hari dimana menjadi hari paling melelahkan tapi juga menyenangkan bagi kami. Terik diatas kepala, kak Hendra membantu kami membuka kelapa muda dengan rasa khas itu dibelakang balai desa.

“ Ayo kak Hendra bilang Jancuk begitu” Jahil Dimas
“Tidak, tidak boleh. Tidak baik itu artinya” Kata kak Hendra
“Loh enggak kak, percaya deh itu sebenernya bukan kata kasar. Ayo kakak!”
“Tidak, tidak mau. Tidak boleh” Timpalnya lagi sembari menggeleng dan tersenyum

            Kita sontak saja tertawa terbahak-bahak kala itu. Seluruh ramai tawa kita memenuhi tiap penjuru ruangan di sekelilingku, tiba-tiba perlahan menjadi sayup kemudian menjadi menghilang ditelan senyap yang senyatanya. Sudah sepekan lebih berlalu dan semuanya masih teringat amat jelas dalam memori. Rasa dan karsa seluruhnya.

Ya,
Bagiku Bo’a bukan hanya sekedar  desa di pulau terselatan di Indonesia.  Bo’a bukan hanya tuannya lautan biru yang begitu menawan. Bo’a bukan hanya dimana rupanya senja sedap dipandang. dan Bo’a bagiku bukan hanya sekedar desa kecil yang indah dimana aku pernah mengabdi dalam hitungan hari disana. Bo’a lebih dari sekedar itu.

Bagiku Bo’a adalah kasih, Bo’a adalah cinta. Bo’a adalah semangat yang membara. Bo’a adalah mimpi-mimpi dan cita-cita. Bo’a adalah tentang persahabatan dengan orang-orang baru. Jalinan-jalinan dan awal dari seikat benang merah. Bo’a adalah kehangatan, rumah yang ramah bagi setiap yang singgah. Bo’a adalah jejak-jejak paling dalam bagi sang kelana, sang pencari makna.

Malam itu juga pagi itu, dipenghujung bulan Juni. Perpisahan meringsekkan hatiku, sukses membuatku berbilur lagi, bilur yang kurelakan menganga tanpa sebab yang pasti. Hujan Bulan Juni milik Sapardi benar adanya, hari itu hujan turun dari pelupuk dan tak ada yang lebih tabah darinya.

Percayalah, setiap tempat yang kusinggahi, setiap manusia yang kujumpai, mereka punya tempat tersendiri di dalam hatiku. Dan saat ini, rasaku Bo’a menjadi yang paling membekas dan menjadi yang paling ingin kusinggahi lagi. Mengapa? Sebab di Bo’a semua doa masa silam ku terwujud, sebab di Bo’a aku telah mematahkan kata orang-orang dengan seribu wajah, dan sebab di Bo’a aku bertemu dengan teman, sahabat, keluarga baru yang selalu menghangatkan hati, dan mampu memunculkan lagi sinar itu.

Terimakasih untuk  semua yang telah melukis diatas kanvas perjalanan hidupku. Terimakasih sebab sudah membuka pandanganku dari berbagai sudut. Terimakasih sebab lagi-lagi aku jatuh hati pada setiap pemikiran manusia.

Makasih nae-nae Bo’a.
Cerita yang kau tinggalkan tertanam dengan indah.

~~~

Tulisan ini, aku dedikasikan untuk sahabat juga keluarga baruku,

Alda si manis yang periang, Wika si blogger humoris yang selalu menghidupkan suasana menjadi ceria, Echa si muslimah anggun,  Ami si cerdas yang pintar berbahasa inggris dengan logat tegas Palu yang khas, Yarin yang sejak sebelum keberangkatan selalu khawatir akan mengeluarkan logat Jawa Surabayan selama mengabdi akhirnya memiliki satu kata andalan “Jancuk”, Akbhar yang tak mudah diprediksi dengan segala lelucon dan dustanya, Dimas yang sudah meraih mimpinya menjadi bocah petualang dengan menyayat kelapa dan memakan ubi merah muda, Geo si tua yang berjiwa muda seseorang yang tak pernah patah semangat untuk selalu membuat kita tertawa. Kak Putri yang rupanya diam-diam cakapnya menghanyutkan.

Kak Hendra pemuda Bo’a pecinta kopi Mandailing yang selalu ikhlas dan senang hati menemani kami dalam setiap menjalankan program dan sampai saat ini masih tetap menjalankan program kompos di Bo’a dan rutin bertukar kabar bersama kami. Yani si pandai yang baru saja di terima di salah satu universitas ternama di Kupang, kejar terus mimpimu Yani! Samy si anak ceria dari Timor Leste yang waktu itu sedang berlibur di Rote dan juga selalu membantu kami di berbagai program.

Kak Acha, wanita tangguh yang menjadikan semua cerita ini ada. Kak Putra, fasilitator bagian lingkungan yang selalu memberikan pendampingan yang terbaik bagi kami, Kak Bageur yang dalam beberapa kesempatan juga membantu kami dan menemani kami saat program berjalan maupun saat waktu senggang. Kak, kakak-kakak sekalian semakin membuat saya terinspirasi dan kagum sejak setelah pertemuan pertama kita di Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Teman-teman sesama koordinator bagian, Dokter Icha koordinator bagian kesehatan yang sangat lembut, baik hati, dan selalu mengayomi kami, Arief koordinator bagian pendidikan, sesama penyuka dan pemburu kegiatan pengabdian yang sukses menjalankan seluruh program pendidikan walau hanya dalam waktu satu hari, Fauzan koordinator bagian ekonomi kreatif yang cukup baik menghandle semua programnya. Juga Cholis, koordinator umum tim kami, penyelamat tim bagian lingkungan, selalu menolong kami baik saat sebelum kegiatan berjalan hingga program berjalan, selamat sudah menjadi koordinator terbaik bagi kami semua.

Dan juga tentu saja untuk Bapak Mersi, Bapak Petrus sekeluarga, Bapak Kepala Dusun Oe Mae sekeluarga, Bapak kepala dusun Fimox, Seluruh perangkat desa dan seluruh masyarakat Bo’a, adik-adik Bo’a, juga kawan-kawan sesama delgasi Inavis Nusantara Mengabdi 3 yang membanggakan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga, suatu hari nanti kita dapat bertemu kembali.

Yogyakarta, 8 Juli 2018





1

1 komentar :