Selamat
hari Minggu, sudah bermalam-malam ini ingatanku berkilas balik di sore yang
damai itu. Sore dengan penuh tawa dan canda. Dibawah langit Rote, angin sayup-sayup
membelai wajah-wajah manusia yang sedang tertawa. Asap mengepul dari bara
kelapa yang membakar ubi-ubi. Candaan mereka pun berkeliaran dalam ruang malam
yang sunyi dan dingin.
“Ikan, ikan apa yang diam terus?” Tanya
Akbhar Gorath
“Ikan lagi tidur” Timpal
Yani
“Salah, nyerah nyerah?” Meneliti
satu persatu wajah kami
Semua
mengangguk
“Ikan paus. Pau-se.(Pause) Hahaha”
“Lagi lagi. Pantai! Pantai apa yang bisa
melindungi dari hujan?
“Nembrela, ella, ella (Umbrella)
hahahhaha”
Semuanya
saling berpandangan dan tertawa pada sebuah lelucon yang sesungguhnya tak pernah
membangkitkan rasa humor itu.
Kali
ini Dimas tak tinggal diam,
“Eh eh, aku punya cerita nih. Jadi
aku, Geo, Gorath naik gunung. Di gunung itu ada pantangan gaboleh nginjek
kodok,kalau nginjek kodok nanti jodohnya buruk rupa. Di pos pertama aku nginjek
kodok, agak takut gitu tapi yaudah kita tetep ga percaya dan terus lanjutin
perjalanan, eh setelah di pos 3 Geo injek kodok tapi kaya tadi yaudahlah kita
tetep naik kepuncak aja. Dan sampe dipuncak sampe turun lagi kebawah selamat.
Setelah beberapa tahun kemudian bertiga menikah, pas datang ke nikahan Gorath,
keliatan tu istriku sama istrinya Geo beneran buruk rupa. Dan anehnya istri Gorath
cakep sama sekali ga buruk rupa. Kira-kira kenapa tu?”
“Kenapa kenapa?”
Semua antusias
“Karna istri Gorath yang injek
kodok hahahahaa”
Ingatanku pun berputar menuju
hari-hari selanjutnya. Hari dimana menjadi hari paling melelahkan tapi juga
menyenangkan bagi kami. Terik diatas kepala, kak Hendra membantu kami membuka kelapa
muda dengan rasa khas itu dibelakang balai desa.
“ Ayo kak Hendra bilang Jancuk
begitu” Jahil Dimas
“Tidak, tidak boleh. Tidak baik itu
artinya” Kata kak Hendra
“Loh enggak kak, percaya deh itu
sebenernya bukan kata kasar. Ayo kakak!”
“Tidak, tidak mau. Tidak boleh” Timpalnya
lagi sembari menggeleng dan tersenyum
Kita sontak saja tertawa
terbahak-bahak kala itu. Seluruh ramai tawa kita memenuhi tiap penjuru ruangan di
sekelilingku, tiba-tiba perlahan menjadi sayup kemudian menjadi menghilang
ditelan senyap yang senyatanya. Sudah sepekan lebih berlalu dan semuanya masih
teringat amat jelas dalam memori. Rasa dan karsa seluruhnya.
Ya,
Bagiku
Bo’a bukan hanya sekedar desa di pulau
terselatan di Indonesia. Bo’a bukan
hanya tuannya lautan biru yang begitu menawan. Bo’a bukan hanya dimana rupanya
senja sedap dipandang. dan Bo’a bagiku bukan hanya sekedar desa kecil yang
indah dimana aku pernah mengabdi dalam hitungan hari disana. Bo’a lebih dari
sekedar itu.
Bagiku
Bo’a adalah kasih, Bo’a adalah cinta. Bo’a adalah semangat yang membara. Bo’a
adalah mimpi-mimpi dan cita-cita. Bo’a adalah tentang persahabatan dengan orang-orang
baru. Jalinan-jalinan dan awal dari seikat benang merah. Bo’a adalah
kehangatan, rumah yang ramah bagi setiap yang singgah. Bo’a adalah jejak-jejak
paling dalam bagi sang kelana, sang pencari makna.
Malam
itu juga pagi itu, dipenghujung bulan Juni. Perpisahan meringsekkan hatiku,
sukses membuatku berbilur lagi, bilur yang kurelakan menganga tanpa sebab yang
pasti. Hujan Bulan Juni milik Sapardi benar adanya, hari itu hujan turun dari pelupuk
dan tak ada yang lebih tabah darinya.
Percayalah,
setiap tempat yang kusinggahi, setiap manusia yang kujumpai, mereka punya
tempat tersendiri di dalam hatiku. Dan saat ini, rasaku Bo’a menjadi yang
paling membekas dan menjadi yang paling ingin kusinggahi lagi. Mengapa? Sebab di
Bo’a semua doa masa silam ku terwujud, sebab di Bo’a aku telah mematahkan kata
orang-orang dengan seribu wajah, dan sebab di Bo’a aku bertemu dengan teman,
sahabat, keluarga baru yang selalu menghangatkan hati, dan mampu memunculkan
lagi sinar itu.
Terimakasih
untuk semua yang telah melukis diatas kanvas
perjalanan hidupku. Terimakasih sebab sudah membuka pandanganku dari berbagai
sudut. Terimakasih sebab lagi-lagi aku jatuh hati pada setiap pemikiran
manusia.
Makasih
nae-nae Bo’a.
Cerita
yang kau tinggalkan tertanam dengan indah.
~~~
Tulisan
ini, aku dedikasikan untuk sahabat juga keluarga baruku,
Alda
si manis yang periang, Wika si blogger humoris yang selalu menghidupkan suasana
menjadi ceria, Echa si muslimah anggun, Ami
si cerdas yang pintar berbahasa inggris dengan logat tegas Palu yang khas, Yarin
yang sejak sebelum keberangkatan selalu khawatir akan mengeluarkan logat Jawa
Surabayan selama mengabdi akhirnya memiliki satu kata andalan “Jancuk”, Akbhar yang tak mudah
diprediksi dengan segala lelucon dan dustanya, Dimas yang sudah meraih mimpinya
menjadi bocah petualang dengan menyayat kelapa dan memakan ubi merah muda, Geo si
tua yang berjiwa muda seseorang yang tak pernah patah semangat untuk selalu membuat
kita tertawa. Kak Putri yang rupanya diam-diam cakapnya menghanyutkan.
Kak
Hendra pemuda Bo’a pecinta kopi Mandailing yang selalu ikhlas dan senang hati
menemani kami dalam setiap menjalankan program dan sampai saat ini masih tetap menjalankan
program kompos di Bo’a dan rutin bertukar kabar bersama kami. Yani si pandai
yang baru saja di terima di salah satu universitas ternama di Kupang, kejar
terus mimpimu Yani! Samy si anak ceria dari Timor Leste yang waktu itu sedang
berlibur di Rote dan juga selalu membantu kami di berbagai program.
Kak
Acha, wanita tangguh yang menjadikan semua cerita ini ada. Kak Putra,
fasilitator bagian lingkungan yang selalu memberikan pendampingan yang terbaik
bagi kami, Kak Bageur yang dalam beberapa kesempatan juga membantu kami dan
menemani kami saat program berjalan maupun saat waktu senggang. Kak,
kakak-kakak sekalian semakin membuat saya terinspirasi dan kagum sejak setelah
pertemuan pertama kita di Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Teman-teman
sesama koordinator bagian, Dokter Icha koordinator bagian kesehatan yang sangat
lembut, baik hati, dan selalu mengayomi kami, Arief koordinator bagian pendidikan,
sesama penyuka dan pemburu kegiatan pengabdian yang sukses menjalankan seluruh
program pendidikan walau hanya dalam waktu satu hari, Fauzan koordinator bagian
ekonomi kreatif yang cukup baik menghandle semua programnya. Juga Cholis, koordinator
umum tim kami, penyelamat tim bagian lingkungan, selalu menolong kami baik saat
sebelum kegiatan berjalan hingga program berjalan, selamat sudah menjadi koordinator
terbaik bagi kami semua.
Dan
juga tentu saja untuk Bapak Mersi, Bapak Petrus sekeluarga, Bapak Kepala Dusun
Oe Mae sekeluarga, Bapak kepala dusun Fimox, Seluruh perangkat desa dan seluruh
masyarakat Bo’a, adik-adik Bo’a, juga kawan-kawan sesama delgasi Inavis
Nusantara Mengabdi 3 yang membanggakan yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
Semoga,
suatu hari nanti kita dapat bertemu kembali.
Yogyakarta, 8 Juli 2018
Lagiiii:')
BalasHapus