Juli 05, 2018

Kisah dari Bo'a : Emas yang Terpendam


Jumat, 29 Juni 2018
Pagi menjelang, seusai subuh aku dan teman-teman bagian lingkungan tak seperti biasanya melanjutkan tidur hingga pukul enam. Setelah menunaikan ibadah Subuh kami bergegas mempersiapkan diri, mandi menggunakan tisu basah, berganti pakaian,lalu mempersiapkan peralatan-peralatan untuk melakukan program kami hari ini. 

Jam menunjukkan pukul 06.30, bagian lingkungan dan beberapa teman-teman bagian pendidikan yang membantu program kami bergegas berjalan menuju rumah bapak Mersi. Pagi ini program yang akan kami kerjakan adalah Clean Up World Campaign Aksi Bersih Pantai yang akan kami lakukan di dusun Fimoks dan pembuatan kompos di dusun Ndu Ndao tepatnya di Balai Desa.

Sesampainya di rumah bapak Mersi kami menanti beberapa saat untuk selanjutnya diantarkan Bapak Mersi menggunakan truknya menuju Pantai Toro Ndola, wisata pantai yang tergolong masih baru di Desa Bo’a dikelola langsung oleh Badan Usaha Milik Desa atau BUMDES. Perjalanannya lumayan cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Jalananya berliku, naik dan turun, serta dibeberapa jalan sangat berdebu.

Perjalanan tersebut benar-benar terbayar dengan lunas. Pantai Toro Ndola benar-benar sangat indah dengan tebing-tebing khasnya. Lautnya membentang dan memunculkan karang-karang indah. Tapi sayang, sampah begitu banyak disini, sedikit mengurangi nilai estetika. Menurut perangkat desa, sampah ini beberapa dari wisatawan sebagian banyak yang lain berasal dari sampah kiriman air laut saat pasang. Yah benar-benar disayangkan, aku rasa generasi muda harus benar-benar merubah sudut pandang akan sampah. Aku rasa sampah benar-benar harus dikelola dari diri sendiri. Pengelolaan sampah seminimal mungkin harus dimulai dengan membuang sampah ditempatnya, ikuti program TPS 3R yang nantinya sampah akan dikelola dengan Reduce, Reuse, Recycle dan berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA bukan di lautan.

 Tiga trash bag terisi penuh oleh sampah, dan itu masih belum cukup untuk menampung beberapa sampah lainnya. Beberapa dari kami juga menyapu sampah yang berada dibawah-bawah karang yang besar menggunakan sapu khas Rote. Sapu tersebut berasal dari dahan dimana bunga-bunga kelapa tumbuh. Setelah sampah semua terkumpul kami membawanya kesalah satu tempat dibawah karang yang begitu besar. Berhubung wilayah ini tidak terjamah truk pengangkut sampah,maka kami membakar sampah-sampah tersebut.

Seusai melakukan aksi bersih pantai, kami diantar oleh bapak Mersi menuju Balai Desa. Kami mengangmbil rute yang berbeda dari jalan berangkat,kami melewati pinggiran pantai yang begitu biru dan indah. Sangat sangat memanjakan mata bagi yang memandang. Sebegitu takjubnya kami hingga tak mampu berkata-kata lebih banyak selain “wah” dan “wow”.

Kami sampai lebih cepat dari yang diperkirakan. Teman-teman bagian pendidikan sebagian kembali kepantai dan sebagian lainnya menuju posko. Kami, teman-teman bagian lingkungan mulai mempersiapkan program kami. Setelah persiapan program kami selesai dan hanya menunggu para warga untuk datang, salah satu teman bagian lingkungan berinisiatif untuk memasak mie instan lagi di rumah warga. Bagaimana tidak, kami belum sarapan sedari pagi hahaha

Tim lingkungan dibagi menjadi tiga bagian kala itu, pertama menjaga peralatan pembuatan kompos, kedua membeli minuman dan memanggil warga untuk berkumpul di Balai Desa dan ketiga memasak dirumah warga sembari mengajak warga untuk membuat kompos. Mie instan jadi dan masyarakat belum terlihat mendatangi Balai Desa, kami buru-buru melahap mie instan tersebut bersama-sama dalam satu mangkuk besar. Entah tapi bagiku ini adalah salah satu bagian menyenangkan di Bagian Lingkungan selain bertukar candaan disela-sela istirahat kami.

Seusai sarapan dan masyarakat mulai berdatangan, kami memulai praktik mengolah kotoran ternak menjadi kompos cair dan kompos padat. Untuk membuat kompos cair bahan yang diperlukan adalah kotoran ternak, air 3 liter, gula 300 liter, dan EM4 0.5 liter. Untuk membuat kompos padatpun sama namun komposisinya yang sedikit berbeda. Antusias warga dalam pelatihan ini cukup besar. Banyak masyarakat dan remaja berdatangan untuk belajar membuat kompos bersama sama.
Pelatihan pembuatan kompospun selesai, kak Hendra salah satu pemuda yang selalu menemani kami menganjurkan untuk memetik kelapa dan kami konsumsi bersama-sama. Aku lupa berapa buah kelapa yang telah ditebas yang pasti banyak sekali sampai kami betul-betul kekenyangan dan beberapa dari kami sampai tidak memakan jatah makan siangnya. Dan tentusaja selalu ada saja candaan-candaan dan humor-humor kelas rendah disaat kami bagian lingkungan berkumpul.

Setelah kami rasa cukup beristirahat, sebagian dari kami membantu bagian ekonomi kreatif yang sedang kewalahan mengerjakan program bazaar murah. Sebagian lainnya termasuk aku masih menunggu didepan balai desa untuk menanti warga yang ingin belajar membuat kompos kembali. Seusai itu, beberapa dari tim lingkungan bermain ke pantai yang sempat kami lewati tadi, dan sebagian lainnya termasuk aku melanjutkan program meletakkan tong sampah di pantai yang berada didepan posko. Aku bersama keempat teman lingkungan Wika, Ami, Akbhar Gorat dan Akbar Museng berjalan bersama menuju pantai tersebut dan meletakkan tong sampah. Kemudian menikmati indahnya pantai Bo’a mungkin untuk terakhirkalinya di tahun ini. Sebab esok, kami sudah harus meninggalkan Bo’a dan pulang.

Malam harinya, kami melakukan perpisahan kecil-kecilan di posko kami. Pemutaran video perjalanan kami dan penyerahan donasi. Aku sedih, sangat sedih. Suasana haru meliputi ruangan kelas ini. Adik-adik kecil mulai menangis. Begitu juga dengan guru-guru dan beberapa masyarakat yang hadir. Aku berpelukan erat dengan Yani, gadis cerdas dari Bo’a. Cukup lama sekali bahkan sampai sesedih itu kami tak dapat berkata apa apa selain janji untuk dapat bertemu kembali dilain kesempatan. Sedih yang lainnya adalah, ketika acara ini usai dan adik-adik kecil mulai membaca dan membawa pulang surat-surat untuk adik-adik di Bo’a yang dibuat dan dikirimkan oleh remaja-remaja yang sangat peduli dan sayang terhadap mereka.

Malam terakhir di Bo’a adalah malam paling haru selama beberapa hari aku berada disana. Saat itu, rasanya aku ingin sekali memanjangkan malam. Tapi tetap saja kita tidak bisa mengelabuhi semesta. :’)
0

0 komentar :

Posting Komentar