Jumat, 29 Juni 2018
Pagi
menjelang, seusai subuh aku dan teman-teman bagian lingkungan tak seperti
biasanya melanjutkan tidur hingga pukul enam. Setelah menunaikan ibadah Subuh
kami bergegas mempersiapkan diri, mandi menggunakan tisu basah, berganti
pakaian,lalu mempersiapkan peralatan-peralatan untuk melakukan program kami
hari ini.
Jam
menunjukkan pukul 06.30, bagian lingkungan dan beberapa teman-teman bagian
pendidikan yang membantu program kami bergegas berjalan menuju rumah bapak
Mersi. Pagi ini program yang akan kami kerjakan adalah Clean Up World Campaign
Aksi Bersih Pantai yang akan kami lakukan di dusun Fimoks dan pembuatan kompos di
dusun Ndu Ndao tepatnya di Balai Desa.
Sesampainya
di rumah bapak Mersi kami menanti beberapa saat untuk selanjutnya diantarkan
Bapak Mersi menggunakan truknya menuju Pantai Toro Ndola, wisata pantai yang
tergolong masih baru di Desa Bo’a dikelola langsung oleh Badan Usaha Milik Desa
atau BUMDES. Perjalanannya lumayan cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan
kaki. Jalananya berliku, naik dan turun, serta dibeberapa jalan sangat berdebu.
Perjalanan
tersebut benar-benar terbayar dengan lunas. Pantai Toro Ndola benar-benar
sangat indah dengan tebing-tebing khasnya. Lautnya membentang dan memunculkan
karang-karang indah. Tapi sayang, sampah begitu banyak disini, sedikit
mengurangi nilai estetika. Menurut perangkat desa, sampah ini beberapa dari
wisatawan sebagian banyak yang lain berasal dari sampah kiriman air laut saat pasang.
Yah benar-benar disayangkan, aku rasa generasi muda harus benar-benar merubah
sudut pandang akan sampah. Aku rasa sampah benar-benar harus dikelola dari diri
sendiri. Pengelolaan sampah seminimal mungkin harus dimulai dengan membuang
sampah ditempatnya, ikuti program TPS 3R yang nantinya sampah akan dikelola
dengan Reduce, Reuse, Recycle dan
berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA bukan di lautan.
Tiga trash
bag terisi penuh oleh sampah, dan itu masih belum cukup untuk menampung
beberapa sampah lainnya. Beberapa dari kami juga menyapu sampah yang berada
dibawah-bawah karang yang besar menggunakan sapu khas Rote. Sapu tersebut
berasal dari dahan dimana bunga-bunga kelapa tumbuh. Setelah sampah semua
terkumpul kami membawanya kesalah satu tempat dibawah karang yang begitu besar.
Berhubung wilayah ini tidak terjamah truk pengangkut sampah,maka kami membakar
sampah-sampah tersebut.
Seusai
melakukan aksi bersih pantai, kami diantar oleh bapak Mersi menuju Balai Desa.
Kami mengangmbil rute yang berbeda dari jalan berangkat,kami melewati pinggiran
pantai yang begitu biru dan indah. Sangat sangat memanjakan mata bagi yang memandang.
Sebegitu takjubnya kami hingga tak mampu berkata-kata lebih banyak selain “wah”
dan “wow”.
Kami
sampai lebih cepat dari yang diperkirakan. Teman-teman bagian pendidikan
sebagian kembali kepantai dan sebagian lainnya menuju posko. Kami, teman-teman
bagian lingkungan mulai mempersiapkan program kami. Setelah persiapan program
kami selesai dan hanya menunggu para warga untuk datang, salah satu teman
bagian lingkungan berinisiatif untuk memasak mie instan lagi di rumah warga.
Bagaimana tidak, kami belum sarapan sedari pagi hahaha
Tim
lingkungan dibagi menjadi tiga bagian kala itu, pertama menjaga peralatan
pembuatan kompos, kedua membeli minuman dan memanggil warga untuk berkumpul di
Balai Desa dan ketiga memasak dirumah warga sembari mengajak warga untuk
membuat kompos. Mie instan jadi dan masyarakat belum terlihat mendatangi Balai
Desa, kami buru-buru melahap mie instan tersebut bersama-sama dalam satu
mangkuk besar. Entah tapi bagiku ini adalah salah satu bagian menyenangkan di
Bagian Lingkungan selain bertukar candaan disela-sela istirahat kami.
Seusai
sarapan dan masyarakat mulai berdatangan, kami memulai praktik mengolah kotoran
ternak menjadi kompos cair dan kompos padat. Untuk membuat kompos cair bahan
yang diperlukan adalah kotoran ternak, air 3 liter, gula 300 liter, dan EM4 0.5
liter. Untuk membuat kompos padatpun sama namun komposisinya yang sedikit
berbeda. Antusias warga dalam pelatihan ini cukup besar. Banyak masyarakat dan
remaja berdatangan untuk belajar membuat kompos bersama sama.
Pelatihan
pembuatan kompospun selesai, kak Hendra salah satu pemuda yang selalu menemani
kami menganjurkan untuk memetik kelapa dan kami konsumsi bersama-sama. Aku lupa
berapa buah kelapa yang telah ditebas yang pasti banyak sekali sampai kami
betul-betul kekenyangan dan beberapa dari kami sampai tidak memakan jatah makan
siangnya. Dan tentusaja selalu ada saja candaan-candaan dan humor-humor kelas
rendah disaat kami bagian lingkungan berkumpul.
Setelah
kami rasa cukup beristirahat, sebagian dari kami membantu bagian ekonomi
kreatif yang sedang kewalahan mengerjakan program bazaar murah. Sebagian
lainnya termasuk aku masih menunggu didepan balai desa untuk menanti warga yang
ingin belajar membuat kompos kembali. Seusai itu, beberapa dari tim lingkungan
bermain ke pantai yang sempat kami lewati tadi, dan sebagian lainnya termasuk
aku melanjutkan program meletakkan tong sampah di pantai yang berada didepan
posko. Aku bersama keempat teman lingkungan Wika, Ami, Akbhar Gorat dan Akbar
Museng berjalan bersama menuju pantai tersebut dan meletakkan tong sampah.
Kemudian menikmati indahnya pantai Bo’a mungkin untuk terakhirkalinya di tahun
ini. Sebab esok, kami sudah harus meninggalkan Bo’a dan pulang.
Malam
harinya, kami melakukan perpisahan kecil-kecilan di posko kami. Pemutaran video
perjalanan kami dan penyerahan donasi. Aku sedih, sangat sedih. Suasana haru
meliputi ruangan kelas ini. Adik-adik kecil mulai menangis. Begitu juga dengan
guru-guru dan beberapa masyarakat yang hadir. Aku berpelukan erat dengan Yani,
gadis cerdas dari Bo’a. Cukup lama sekali bahkan sampai sesedih itu kami tak
dapat berkata apa apa selain janji untuk dapat bertemu kembali dilain
kesempatan. Sedih yang lainnya adalah, ketika acara ini usai dan adik-adik
kecil mulai membaca dan membawa pulang surat-surat untuk adik-adik di Bo’a yang
dibuat dan dikirimkan oleh remaja-remaja yang sangat peduli dan sayang terhadap
mereka.
Malam
terakhir di Bo’a adalah malam paling haru selama beberapa hari aku berada
disana. Saat itu, rasanya aku ingin sekali memanjangkan malam. Tapi tetap saja kita tidak bisa mengelabuhi
semesta. :’)
0 komentar :
Posting Komentar