Kali
ini perjalananku singgah di salah satu pulau terselatan Indonesia. Berada di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Rote. Tepatnya di Desa Bo’a. Desa dengan
keramahan penduduknya serta keindahan pantainya.
Selasa, 26 Juni 2018
Pagi
itu aku menjajakan kakiku di bandar udara D.C. Saudale. Saat itu angin bertiup
kencang membuat pohon-pohon lontar bergoyang menyamakan irama tarian
dedaunannya. Udara segar dan hangat mentari menyambut kami yang akan melakukan
kegiatan pengabdian selama beberapa hari kedepan. Setelah mengambil barang
bawaan serta donasi, aku bersama 36 delegasi lainnya bertolak menuju Desa Bo’a
menggunakan truk
.
Perjalanan
ini cukup menyenangkan, 37 manusia didalam bak truk. Masing-masing membawa
bekal semangat yang besar juga keikhlasan menularkan kisah dan kasih untuk
masyarakat Bo’a. Pada kesempatan ini, kami terbagi menjadi empat divisi yaitu
pendidikan, ekonomi kreatif, kesehatan, dan lingkungan. Dan tentu saja aku
masih setia untuk menetap pada divisi lingkungan. Perjalanan menegangkan selama
kurang lebih satu setengah jam kami tempuh dengan senang hati. Bertukar tawa
sebab sang supir truk begitu cepat mengendalikan kendaraannya,mungkin lupa ada
nyawa yang ia bawa. Sampai-sampai beberapa dari kami terjatuh dan tak sengaja
mematahkan papan dari badan truk ketika truk sedang melaju kuat-kuat menembus
sabana-sabana emas Rote.
Truk
berhenti, kami tiba di depan sekolah SD SMP N SATAP (dibaca : seatap). Beberapa
saat setelah kami beristirahat sejenak sembari menanti bapak desa, kami bahu membahu
menurunkan tas serta donasi untuk diletakkan di SD SMP N SATAP. Yaaa, sekolah
ini akan menjadi posko dimana kami akan beristirahat dan berdiskusi selama
melakukan pengabdian. Dari posko kami, samar-samar terdengar suara deburan ombak
juga riuhnya dedaunan lontar dan kelapa yang bergemerisik sebab dibelai angin. Damai
sekali.
Sorenya
setelah penyambutan dari desa, kami divisi lingkungan mulai mengerjakan program
kerja pertama kami yaitu pemetaan sosial dan lingkungan desa. Disini kami
ditemani oleh bapak kepala dusun dan seorang pemuda desa berwawasan luas, namanya
Hendra. Dari program kerja ini kami banyak mendapatkan informasi-informasi penting
desa Bo’a.
Rupanya
ketika kami menyusuri Bo’a, sebagian wilayah Nusa Tenggara Timur sedang
memasuki musim angin timur, pantas saja angin begitu kencang sejak pertama kali
kami tiba. Hal itu menyebabkan petani rumput laut harus membuka ladang di pantai
sebelah, Nemberala. Selain itu kamu juga mengetahui bahwa mata pencaharian
mayoritas masyarakat Bo’a adalah bercocok tanam ubi dan sawah serta beternak,
sebagian juga mencari peruntungan dibidang resort dan villa yang mulai di
bangun di desa Bo’a.
Salah
satu keunikan di desa ini adalah, hewan ternak tidak memiliki kandang.
Masyarakat Bo’a melepas segala hewan ternaknya di halaman rumput sekitar rumahnya.
Jadi, tak jarang jika kita melihat sapi, babi, juga kambing berada disisian
jalan bahkan sesekali menyeberangi jalanan sepi. Tepat sekali ketika babi-babi
selesai menyeberang didepan kami,bapak kepala dusun berkata “ Nah,begini cara
panggil babi disini, ou ou ou ou ou ou” , tak lama kemudia babi-babi mulai berjalan
mendekati kita.
Sore itu kami
habiskan dengan banyak berbincang-bincang tentang adat dan kebiasaan masyarakat
Bo’a dan adat kebiasaan kami para delegasi. Bertukar informasi dan
percakapan-percakapan hangat lainnya
0 komentar :
Posting Komentar