Aku
pernah ingin menjadi rintik yang kau rindui, nyatanya aku yang merindu sendiri.
Aku pernah ingin sekali menjadi alam yang kau taklukkan, nyatanya aku yang tak
berdaya dengan ketidak pastian. Aku pernah ingin jadi senja yang kau
nanti-nanti, nyatanya aku hanya gelap yang kau hindari. Aku pernah ingin jadi
bait-bait indah yang selalu kau senandungkan, nyatanya aku hanya sajak nestapa.
Aku pernah ingin jadi detakmu, nyatanya aku tak menemukan keberadaannya. Aku pernah
ingin menunggumu setengah mati, nyatanya aku telah tersungkur pada
pernyataanmu.
Aku
mengaku kalah, dan aku menyerah. Aku bukan rumahmu untuk kembali dari
petualangan. Kamu terlalu liar untuk ku luluhkan, juga terlalu beku untuk ku
cairkan. Kepadaku, pernah pada suatu kali seseorang berkata, cinta itu tak boleh
egois. Mungkin dari detik ini, aku harus berdamai dengan keadaan. Dimana aku
harus menerima sebuah nyata dengan sepaham-pahamnya dan sesadar-sadarnya. Aku,
sudah seharusnya mundur dari memperjuangkan rasa.
Biar
malam ini jadi malam terakhir aku rinduimu, malam terakhir cintaimu, dan malam
terakhir bulir ini mengalir dengan muaranya bernama kamu. Biar renjana ini
milikku seutuhnya malam ini. Biar sinar bulan dipenghujung malam nanti menghapusnya
dan merenggut semua ingatan tentang kamu. Biar kerlip bintang menyerap segala
cinta, membawanya melesat di angkasa gelap sana. Karna yang indah biar saja
menerangi dalam gelap malam. Dan, biar gerimis nanti yang akan membasuh sisa
perihnya. Hatiku biarkan saja biru kelam.
Biar
dulu fraksi dari kepingan rasa ini terberai. Terpecah-pecah menjadi dingin yang
menusuk. Nanti pada saatnya retakan akan menyatu. Entah karena disembuhkan oleh
yang tepat atau usahaku sendiri yang berusaha menyatukan setiap potongan partikelnya.
Meitadiva Dyatma Nauradini
20/06/17|00.14
10/10/18
Musikalisasi by : Rizka Alya Faizaty
Backsound : Teddy Aditya - Why Would I Be